5BERITA.COM, TANGSEL — Sampah plastik bukan lagi sekadar masalah. Bagaimana jadinya jika sampah plastik ini dapat menjadi solusi iklim? Di tengah isu lingkungan yang kian melekat dari kehidupan sehari-hari, sampah plastik muncul sebagai ancaman nyata.
Indonesia harus segera menyiapkan langkah yang bijak dalam menghadapi krisis nasional ini. Pada kasus ini, teknologi pirolisis menjadi jawaban untuk menyelamatkan bumi dari limbah yang sulit terurai, sekaligus mendorong kita menuju target Net Zero Emission Indonesia 2060.
Kondisi Sampah di Indonesia yang Menjadi Ancaman
Sampah telah menjadi salah satu krisis nasional terbesar di Indonesia. Setiap tahunnya, jutaan ton sampah dihasilkan. Dikutip dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), tercatat sekitar 34 juta ton per tahun sampah dari 317 kabupaten/kota di Indonesia, dengan 40,26% di antaranya tidak terkelola dengan baik.
Fokus utama kali ini akan tertuju pada sampah plastik. Menurut Wahid Supriyadi, yang merupakan Ketua Kemitraan Indonesia NPAP, diperkirakan pada tahun 2025 akan masuk sekitar 800 ribu ton sampah plastik ke lautan Indonesia.
Sampah plastik, khususnya jenis Polietilena (PE) dan Polipropilena (PP), membutuhkan waktu penguraian yang tidak singkat. Pada sampah jenis PP dibutuhkan sekitar 20 tahun agar dapat terurai, sedangkan PE lebih lama lagi, yaitu mencapai 500 tahun.
Dilihat dari pemakaiannya yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari, sampah plastik ini memiliki potensi sebagai ancaman ekologis jangka panjang akibat akumulasi residu di lingkungan. Sampah plastik yang menumpuk akan menghasilkan zat metana dan karbon dioksida. Di sinilah sampah plastik menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca dari adanya pembusukan ataupun pembakaran langsung.
Langkah Strategis dalam Mengatasi Krisis Ini
Maka daripada itu, diperlukan langkah strategis seperti teknologi pirolisis agar pengelolaan sampah plastik dapat sejalan dengan target Net Zero Emission Indonesia 2060. Pirolisis merupakan proses termal mengubah senyawa organik tanpa adanya bantuan oksigen ataupun sedikit oksigen, yang nantinya senyawa tersebut akan terkonversi menjadi gas, cairan, dan padatan.
Plastik dengan jenis PP dan PE merupakan feedstock poliolefin. Saat melalui proses pirolisis, sifat termal keduanya stabil dan tidak mengandung klorin atau aditif berbahaya sehingga tidak menyebabkan korosi atau kontaminasi produk. Potensi energinya juga cukup tinggi jika dibandingkan dengan jenis lain.
Secara sederhana, proses pirolisis dimulai dengan pencacahan sampah plastik jenis PP dan PE yang sudah dicuci. Proses pemotongan hingga ukuran kecil perlu dilakukan agar pemanasan dapat merata dalam reaktor pirolisis. Saat memasuki reaktor pirolisis, plastik tersebut akan dipanaskan dengan suhu 350–600°C tanpa oksigen. Ketika pemanasan dilakukan tanpa oksigen, plastik tidak akan terbakar, melainkan terurai menjadi gas dan cairan hidrokarbon melalui proses termal. Uap dan gas yang dihasilkan dari pemanasan akan diarahkan menuju kondensor agar uap mengembun menjadi minyak pirolisis.
Produk pirolisis meliputi minyak yang jika dimurnikan akan menjadi bahan bakar, gas yang dapat digunakan kembali menjadi pemanas reaktor supaya hemat energi, serta residu padat yang dihasilkan juga dapat dijadikan sebagai bahan konstruksi.
Dampak teknologi pirolisis sudah dibuktikan melalui sejumlah penelitian, salah satunya pada artikel ilmiah berjudul “Comparing carbon-saving potential of the pyrolysis of non-recycled municipal plastic waste: Influences of system scales and end products”, Bauyrzhan dkk. mengukur pengaruh pengurangan emisi karbon (GWP) dari teknologi pirolisis jika dibandingkan dengan praktik pengelolaan limbah secara konvensional seperti insinerasi atau landfill.
Tidak seperti pembakaran terbuka, pirolisis memiliki proses yang lebih ramah lingkungan karena dilakukan dalam keadaan tertutup. Jika proses ini dijalankan dalam sistem terpusat, pirolisis bisa membantu dalam menurunkan emisi karbon. Dengan langkah ini, dapat mendukung untuk tercapainya Net Zero Emission Indonesia di tahun 2060.
Teknologi ini menjadi harapan baru bagi Indonesia dalam mengatasi sampah plastik. Melihat dari penggunaan plastik yang hampir merata di seluruh Indonesia, perlu dipertimbangkan dari segi infrastruktur dan proses pemilahan yang akan menjadi tantangan ke depannya. Selain itu, tingginya biaya produksi juga perlu menjadi pertimbangan.
Sebagai mahasiswa Teknik Kimia yang memiliki minat pada bidang energi, saya meliat bahwa sampah plastik ini sudah menjadi masalah umum di Indonesia. Dengan adanya teknologi pirolisis, akan menjadi langkah yang menjanjikan dalam menangani sampah plastik. Langkah ini juga merupakan salah satu faktor keberhasilan menuju Net Zero Emission Indonesia 2060.
Selain solusi teknologi, kampanye untuk meminimalkan penggunaan sampah plastik juga perlu dilanjutkan. Seperti yang diketahui, untuk menciptakan suatu budaya, diperlukan kebiasaan yang terus-menerus dilakukan selama bertahun-tahun. Teknologi pirolisis memang langkah yang cemerlang, namun solusi utamanya adalah tetap pada kesadaran diri sebagai individu.
Referensi:
- Biakhmetov, B., Li, Y., Zhao, Q., Ok, Y. S., Dostiyarov, A., Park, Y.-K., Flynn, D., & You, S. (2024). Comparing carbon-saving potential of the pyrolysis of non-recycled municipal plastic waste: Influences of system scales and end products. Journal of Cleaner Production, 469, 143140. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2024.143140
Penulis: Dina Aulia Rahmani, Mahasiswa S1 Teknik Kimia Universitas Pamulang