Perang Timur Tengah Pengaruhi Bitcoin: Anjlok atau Jadi Pelindung Nilai?

Perang Timur Tengah Pengaruhi Bitcoin: Anjlok atau Jadi Pelindung Nilai?
Ilustrasi Bitcoin di atas papan catur menggambarkan dinamika pasar kripto di tengah ketegangan geopolitik Iran-Israel. Konflik Timur Tengah dinilai memicu volatilitas Bitcoin, memperkuat narasi bahwa kripto kini berada di persimpangan antara aset berisiko dan pelindung nilai.

5BERITA.COM, JAKARTA — Timur Tengah memanas! Ketegangan Iran-Israel bikin dunia waspada, dan dampaknya ke Bitcoin jadi sorotan utama. Konflik geopolitik seperti Perang Timur Tengah memang selalu memengaruhi pasar keuangan global, tak terkecuali pasar kripto.

Dulu, banyak yang menyebut Bitcoin sebagai “emas digital”, aset yang aman saat ekonomi atau politik sedang bergejolak. Teorinya, jika ada perang atau krisis, orang-orang akan beralih ke Bitcoin karena sifatnya yang terdesentralisasi dan tidak diatur pemerintah mana pun. Kedengarannya logis, bukan?

Saat konflik Iran-Israel memanas kemarin, Bitcoin justru menunjukkan reaksi campur aduk. Kadang harganya ikut anjlok seperti saham-saham berisiko lainnya. Mengapa? Karena investor global cenderung “kabur” dari aset berisiko saat ada krisis. Mereka lebih memilih memindahkan dananya ke dolar AS atau obligasi pemerintah yang dianggap lebih aman.

Jadi, Bitcoin malah sering dianggap aset “berisiko tinggi” seperti saham teknologi. Volatilitasnya yang memang tinggi jadi makin parah akibat berita dan sentimen pasar yang berubah tiap detik.

Bitcoin: Aset Berisiko Tinggi atau Pelindung Nilai?

Namun, ada juga sisi lainnya. Beberapa investor masih yakin Bitcoin bisa jadi pelindung nilai. Mereka percaya, di tengah ketidakpastian sistem keuangan konvensional yang terpusat, Bitcoin bisa jadi benteng aset kita. Logikanya, jika negara sedang kalut dan uang fiat bisa ambruk, Bitcoin yang independen ini bisa jadi solusi.

Terus, yang mana yang benar? Jawabannya, keduanya ada benarnya, dan semua itu kompleks. Pergerakan Bitcoin tidak hanya dipengaruhi perang saja. Ada banyak faktor lain yang ikut bermain:

  • Kebijakan Bank Sentral Global: Jika bank sentral seperti The Fed (bank sentral AS) mengubah suku bunga, itu bisa memengaruhi semua pasar, termasuk kripto.
  • Inflasi: Harga barang yang makin mahal bisa membuat orang mencari aset lain, entah itu Bitcoin atau emas.
  • Adopsi Institusional: Semakin banyak perusahaan besar atau negara yang menggunakan Bitcoin, fundamentalnya makin kuat.
  • Regulasi: Aturan main yang jelas dari pemerintah juga bisa membuat investor makin nyaman.

Kesimpulan: Bijak Berinvestasi di Tengah Ketidakpastian

Singkatnya, perang di Timur Tengah memang bisa membuat Bitcoin “goyang”, terutama dalam jangka pendek. Sentimen ketakutan bisa membuat harganya anjlok. Namun, jangan lupa, narasi Bitcoin sebagai pelindung nilai juga masih ada, dan itu bisa membuat harganya bangkit lagi jika krisisnya terus berlanjut dan orang mencari alternatif.

Bagi kita para investor atau yang tertarik pada kripto, penting banget untuk terus update info, tidak hanya soal perang, tapi juga ekonomi global dan perkembangan Bitcoin sendiri. Pasar kripto itu sensitif, jadi bijaklah dalam setiap keputusan investasi!

Penulis: Bintang Fajar Pamungkas

Editor: Nur Ardi, Tim 5Berita.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *